Hubungan pertemanan beracun atau toxic friendship adalah hubungan yang secara terus-menerus mengurangi rasa sejahtera, bahagia, dan terkadang keamanan (Mosunic, 2024). Meskipun perbedaan pendapat atau konflik sesekali merupakan hal yang normal dalam hubungan apapun, pola kekerasan emosional, rasa tidak hormat, dan manipulasi yang berkelanjutan dapat menyebabkan penurunan kesehatan mental dan emosional (Mosunic, 2024).
Lalu apa yang menyebabkan hubungan beracun? Menurut literatur, penyebab hubungan beracun meliputi lingkungan sosial yang tidak mendukung, kurangnya rasa percaya diri, pengalaman masa lalu yang buruk, kebiasaan membandingkan hubungan pribadi dengan hubungan orang lain, kurangnya dukungan atau perhatian terhadap satu sama lain, serta pola komunikasi yang buruk (Puteri et al., 2022). Akibatnya, hubungan beracun dapat meninggalkan trauma, mengganggu kepribadian seseorang, dan berdampak negatif pada kesehatan fisik.
Ada beberapa ciri teman yang toxic (Amir et al., 2020):
Pengkritik, yang berarti tidak dapat menghargai hasil karya atau prestasi orang lain, merasa iri karena orang lain lebih sukses dan lebih baik, serta berusaha merendahkan kesuksesan orang lain.
Tidak berempati, yang berarti tidak memiliki kemampuan untuk memahami sudut pandang orang lain atau mengekspresikan kasih sayang dan hanya menghampiri orang ketika membutuhkan sesuatu.
Keras kepala, yang berarti tidak bersedia mendengarkan pendapat orang lain, menganggap pendapatnya selalu benar, enggan mengakui kesalahan, tidak mau mengalah, dan menolak bantuan dari orang lain.
Terlalu bergantung, yang berarti selalu memerlukan kehadiran dan bantuan orang lain, serta merasa takut akan kehilangan mereka.
Jika ciri-ciri di atas terus menerus berlangsung, toxic friendship dapat memberi dampak negatif pada individu (Nasution & Rambe, 2023; Maharani & Kalifa, 2024). Misalnya, individu dapat menjadi takut untuk membuka diri terhadap orang baru akibat pernah dimanfaatkan. Dalam beberapa kasus, toxic friendship juga dapat menyebabkan trauma, depresi, kecemasan dan menurunkan kualitas hidup korban. Dengan itu, perlu diingat bahwa pertemanan tidak hanya tentang kuantitas, tetapi kualitas yang mampu terwujud di dalamnya. Hal ini perlu diperhatikan korban agar mereka menyadari bahwa mereka sedang terjebak dalam toxic friendship. Sayangnya, terkadang korban tidak menyadari bahwa mereka sedang terjebak dalam toxic friendship.
Untuk mengatasi dan keluar dari toxic friendship, individu pertama harus mengenali tanda-tanda toxic friendship dan menyadari dampak negatifnya terhadap kesehatan mental dan fisik mereka. Kedua, tetapkan batasan yang jelas dan komunikasikan secara tegas dengan teman yang bersangkutan tentang perilaku yang tidak dapat diterima. Ketiga, carilah dukungan dari orang-orang terdekat serta profesional, seperti terapis atau konselor, yang dapat memberikan bantuan. Keempat, fokus pada perawatan diri dan kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan, seperti berolahraga, melakukan hobi, dan berinteraksi dengan teman-teman yang positif. Akhirnya, membangun jaringan pertemanan yang sehat dan saling mendukung akan membantu memperkuat kesehatan emosional dan menghindari kembali terjebak dalam toxic friendship. Dengan langkah-langkah ini, individu dapat meningkatkan kualitas hidup mereka dan mencapai tingkat kepuasan lebih tinggi dalam hubungan pertemanan.
Daftar Pustaka
Amir, M., Wajdi, R., & Syukri. (2020, Agustus). Perilaku Komunikasi Toxic Friendship (Studi terhadap Mahasiswa Fisip Universitas Muhammadiyah Makassar). Jurnal Komunikasi dan Organisasi, 2(2).
Mosunic, C. (2024, March 13). 6 signs of a toxic relationship (and how to end them) — Calm Blog. Calm. Retrieved May 23, 2024, from https://www.calm.com/blog/toxic-relationships
Maharani, K. D., & Kalifa, A. D. (2024). Pengaruh toxic relationship pada remaja di Indonesia. Jurnal Multidisiplin Ilmu, 2(1), 1-5. https://doi.org/10.59435/gjmi.v2i1.258
Nasution, N., & Rambe, F. N. (2023). Perspektif komunikasi interpersonal pada toxic relationship (studi kasus pada mahasiswa Universitas Panca Budi). Jurnal Humaniora Komunikasi, 4(2), 1-7. https://doi.org/10.53695/js.v4i1.925
Puteri, C. A., Pabundu, D. D., Putri, A. N., Adilah, R. D. F., Islamy, A. D., & Satria, F. H. (2022, Agustus). PENGETAHUAN REMAJA TERHADAP TOXIC RELATIONSHIP. JOURNAL OF DIGITAL COMMUNICATION AND DESIGN, 1(2).
***********
Best regards,
Tim Redaksi PSYGHT 23/24
Penulis : Verlyn Tatiana Harefa (2022), Jerry Laurencius Palijama (2022), Nabilla (2021)
Editor : Ariellah Sharon Mohede (2021)
Comments