Keywords: academic burnout, student burnout
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting sebagai sarana untuk memperoleh pembelajaran dari berbagai bidang ilmu dan menjadi bagian integral dalam kehidupan manusia, baik di keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Keberhasilan pendidikan juga sangat memengaruhi kemajuan suatu negara (Ilyas & Suryadi, 2017 dalam Saputra, 2020). Pendidikan dapat diperoleh secara formal maupun non-formal. Meskipun pendidikan formal di perguruan tinggi bertujuan untuk menghasilkan individu yang bermartabat, mandiri, dan kreatif, tetapi juga memerlukan proses pembelajaran yang panjang dan rumit (Jannah & Muis, 2014 dalam Saputra, 2020). Mahasiswa di perguruan tinggi memiliki tanggung jawab besar yang mencakup aktivitas akademik dan non-akademik, seperti mengerjakan tugas, belajar, berorganisasi, dan bekerja (Avico & Mujidin, 2014 dalam Saputra, 2020). Mahasiswa dihadapkan pada berbagai tuntutan yang membantu mereka beradaptasi dengan lingkungan kerja di masa depan, seperti menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan dan metode belajar yang berbeda, menghadapi materi yang semakin sulit dari tahun ke tahun, berinteraksi sosial dengan lingkungan kampus, dan mencapai pencapaian akademik yang tinggi.
Ayala Pines dan Elliot Aronso (dalam Khairani & Ifdil, 2015) menjelaskan bahwa burnout adalah suatu kondisi emosional yang terjadi ketika seseorang merasa kelelahan dan jenuh secara fisik akibat tuntutan pekerjaan yang meningkat. Academic burnout dapat menimbulkan perilaku negatif pada mahasiswa, seperti enggan mengerjakan tugas kuliah, berekspresi negatif, absen dari perkuliahan, menurunkan motivasi, hingga putus kuliah (Kolaborasi et al., 2019). Ada banyak faktor yang berpotensi memicu academic burnout pada mahasiswa, sehingga dapat menghalangi kemampuan mereka dalam menyelesaikan perkuliahan. Namun, tidak hanya prestasi perkuliahan, academic burnout juga dapat berefek pada kesehatan fisik seseorang. Menurut Ibtisamah (2022), academic burnout dapat mengakibatkan penurunan imunitas tubuh, gangguan kecemasan, memicu depresi, merasa kelelahan, dan gangguan tidur.
Maslach dan Laiter (dalam Khairani & Ifdil, 2015) menyatakan bahwa burnout terjadi akibat kelelahan emosional, fisik, dan mental yang disebabkan oleh suasana kerja yang keras dan sangat menuntut, baik secara ekonomi maupun psikologis. Akibatnya, banyak tuntutan sehari-hari, keluarga, dan hal-hal lainnya mengikis energi dan antusiasme. Dalam rangkaian pemikiran tersebut, burnout dapat dijelaskan sebagai kondisi emosional di mana seseorang merasa kelelahan secara fisik dan emosional akibat tuntutan pekerjaan yang sangat keras dan kaku. Ivancevich (dalam Hardiyanti, 2013) menjelaskan bahwa burnout adalah proses psikologis yang disebabkan oleh stres pekerjaan yang terus menerus dan tidak teratasi, yang dapat menyebabkan kelelahan emosional, perubahan kepribadian, dan perasaan pencapaian yang menurun.
Tentunya ketika menyadari bahwa kita sedang mengalami academic burnout, kita harus mencari solusi supaya kita tetap dapat bertahan pada apa yang kita lalui saat ini sampai selesai. Ada beberapa tips yang dapat dipraktikkan untuk menangani academic burnout (Lane, 2021), yaitu:
Cari bantuan ke orang lain. Bantuan dapat diperoleh dari konselor, psikolog, atau bahkan teman dan anggota keluarga kita sendiri.
Berhenti untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain, terutama dalam hal nilai yang kita masing-masing miliki.
Bagi tugas yang didapat menjadi beberapa bagian. Dengan begitu, kita dapat lebih merasa bahwa tugas yang diberikan bisa dikerjakan (doable) dan kita menjadi lebih percaya diri dalam menyelesaikan tugas tersebut.
Selain itu, kita juga dapat melakukan aktivitas yang menenangkan dan membuat tubuh rileks, seperti yoga atau meditasi, perbaiki kualitas dan pola tidur, perbaiki pola kerja dengan meminta saran dari atasan atau rekan kerja, dan lakukan olahraga secara rutin untuk membantu mengelola stres (Ibtisamah, 2022).
Academic burnout memang menjadi tantangan bagi setiap pelajar, baik untuk menghindari maupun menghadapinya. Tentunya akan lebih baik untuk dapat menghindari dibandingkan harus melewatinya, seperti kata pepatah ‘lebih baik mencegah daripada mengobati’. Namun, jika memang harus dihadapi, ingatlah bahwa semua yang sedang dijalani saat ini akan selesai. Jangan ragu untuk bercerita dan mencari bantuan ke orang lain, karena kesehatan mental kita juga sama pentingnya dengan hal lain di kehidupan kita, sama halnya dengan performa akademik kita.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyanti, R. (2013). Burnout ditinjau dari big five factors personality pada karyawan kantor pos pusat malang. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Khairani, Y. & Ifdil, I. (2015). Konsep Burnout pada Mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Konselor, 4(4), 208. https://doi.org/10.24036/02015446474-0-00
Kolaborasi, I., Daerah, P., Pihak, D., Produksi, T., & Kelapa, P. (2019). Academic Burnout. Jurnal Sosio Sains.
Lane, C. (2021, November 5). How to Cope With Academic Burnout at University. Top Universities. https://www.topuniversities.com/student-info/health-support/how-cope-with-academic-burnout-university
Saputra, Y. A. A. (2020). Hubungan Antara Academic Burnout Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Mahasiswa Universitas Mercu Buana Yang Bekerja. Naskah Publikasi Program Studi Psikologi.
Ibtisamah, S. (2022, June 18). Kenali Dampak Negatif Burnout Bagi kesehatan. Universitas Airlangga. Retrieved from https://ners.unair.ac.id/site/index.php/news-fkp-unair/30-lihat/2501-kenali-dampak-negatif-burnout-bagi-kesehatan
***********
Best regards,
Tim Redaksi PSYGHT 22/23
Penulis: Nabilla, Yora Violetta S., Robert Johanes Thianto
Editor: Lucious Felix Sasmita, Yustisia Krisnawulandari Putri
Comments