top of page

Social Anxiety, Cemas Semata atau Fobia?




 

Baru selesai Ujian Tengah Semester (UTS), tiba-tiba dikasih kabar untuk datang ke kampus dan kuliah secara tatap muka. Kira-kira reaksi kalian akan seperti apa, ya? Baru ingat juga kalau kita bakal ketemu sama teman-teman yang entah sudah dua tahun tidak ketemu atau hanya dikenal secara daring. Tanpa kita sadari, cara kita bersosialisasi selama pandemi pun berubah. Dengan perubahan-perubahan tersebut, mungkin muncul rasa khawatir untuk bertemu secara langsung. Beberapa orang merasa cemas ketika harus berbincang-bincang dengan orang baru. Bahkan, tidak menutup kemungkinan untuk mengalami reaksi biologis yang sering disebut dengan gangguan kecemasan sosial.

Gangguan kecemasan sosial atau fobia sosial yang kerap disebut sebagai social anxiety disorder (SAD) adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan rasa takut yang berlebihan akan penilaian negatif dalam situasi sosial sehari-hari (Noorvitri, 2018). Hofmann dan Dibartolo (2014) menyatakan bahwa fobia sosial adalah kecemasan tentang situasi sosial, interaksi dengan orang lain, dan dievaluasi oleh orang lain. Kecemasan itu dapat menyebabkan pemikiran bahwa perilaku yang dilakukan akan dinilai secara negatif. Hal-hal ini membuat mereka menghindari kegiatan atau situasi sosial, seperti makan dan berbicara di depan umum, berinteraksi dengan orang asing, dan lain-lain. Fobia sosial seringkali terjadi pada orang-orang yang pernah merasa dipermalukan di depan umum.

Nolan & Walters (2000) mengukur kecemasan sosial menggunakan Social Anxiety Scale For Adolescents (SAS-A), yang terdiri atas tiga faktor, yaitu:

  1. Fear of Negative Evaluation, adanya ketakutan akan penilaian negatif dari orang lain.

  2. Social Avoidance and Distress in New Situation, adanya penghindaran sosial dan rasa tertekan dalam situasi yang baru pada seseorang.

  3. Social Avoidance and Distress-General, berhubungan dengan adanya penghindaran sosial dan rasa tertekan yang dialami secara umum.

Fobia sosial juga memiliki gejala psikis, fisik, dan kognitif. Butler (1999) menyatakan bahwa gejala dari fobia sosial adalah:

  1. Efek pada perilaku, yaitu berbicara dengan cepat atau tanpa suara, bergumam dan mencampur kata-kata, menghindari tatap mata dengan orang lain, melakukan sesuatu yang tidak memancing perhatian, menghindari situasi sosial yang sulit.

  2. Efek pada tubuh, yaitu wajah memerah, berkeringat atau gemetar, merasa tegang, panik, jantung berdebar cepat, pusing atau mual, sesak napas.

  3. Efek pada emosi atau perasaan, yaitu gugup, cemas, takut, frustasi dan marah terhadap diri sendiri atau orang lain, merasa tidak percaya diri, perasaan rendah diri, merasa sedih atau depresi, putus asa.

Mari kita gunakan contoh Ina. Ina adalah seorang mahasiswi yang sangat takut akan dihina, dihakimi, dan ditolak saat mencoba berteman atau berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini mengakibatkan pekerjaan dan aktivitas sehari-harinya terganggu. Misalnya, saat bertemu orang baru, menjawab pertanyaan di kelas, dan pergi ke toilet terasa sulit bagi Ina. Ina sering merasakan berbagai gejala fisik pada kondisi-kondisi tersebut, seperti berkeringat, gemetar, detak jantung semakin cepat, mual, dan pusing.

Fobia sosial tidak hanya melemahkan secara sosial, tetapi juga mengganggu fungsi seseorang (Willy, 2019). Orang-orang pemalu biasanya mengalami rasa malu dan tidak nyaman saat berada dalam situasi baru atau berada dengan orang asing. Umumnya, rasa tidak nyaman ini dapat ditoleransi seiring berjalannya waktu. Di sisi lain, orang dengan fobia sosial cenderung sulit menoleransi keadaan tersebut (Willy, 2019). Mereka sangat sulit untuk merasa santai, baik saat berbincang maupun hingga akhir pembicaraan.

Jadi, fobia sosial sangat berbeda dari sifat pemalu dan tidak bisa dianggap remeh. Ingat ya teman-teman, jika kalian merasakan gejala-gejala di atas, jangan segera mendiagnosis diri sendiri. Segera cari bantuan dengan berkonsultasi kepada psikolog atau psikiater.



DAFTAR PUSTAKA


Annisa, D. A. (2020, Agustus 24). Social anxiety disorder: Gangguan cemas, gejala, dan

Noorvitri, I. (2018, Mei 28). Direktori psikologi : Social anxiety disorder. Pijar Psikologi. Diambil dari pijarpsikologi.org/blog/direktori-psikologi-social-anxiety-disorder

Pratiwi, D., Mirza, R., & Akmal, M.E. (2019). Kecemasan sosial ditinjau dari harga diri pada remaja status sosial ekonomi rendah. Jurnal Pendidikan dan Konseling, 9(1), 21-34.

Willy, T. (2019, April 1). Gangguan kecemasan sosial. Alodokter. Diambil dari alodokter.com/gangguan-kecemasan-sosial


**********

Best Regards,

Tim Redaksi PSYGHT 2021/2022

.

.

Writers: Yustisia Krisnawulandari (2020), Stephanie Imani (2020), Ariellah Sharon (2021), Kathlyn Sandrina (2021), & Prastyo Cakti (2021)

Editors: Caroline Ersalina Christie (2019) & Anggie Renaisance (2019)


Comments


bottom of page