Apa kalian pernah menonton Air Bud? Film ini bercerita tentang anjing yang bisa main bola basket, loh. Namun, bukan itu yang akan kita soroti. Dalam film tersebut, karakter utamanya, Josh, merasa murung dan bahkan kehilangan minat terhadap hobi bermain basket sepeninggal Ayahnya setahun sebelumnya. Setelah bertemu dengan seekor anjing terlantar yang ia beri nama Buddy, ia kembali ceria dan mengikuti kegiatan yang ia sukai lagi. Sepanjang film, Buddy menunjukkan peran sebagai emotional support bagi Josh. Namun, apakah hal seperti demikian juga terjadi dalam kehidupan nyata?
Secara profesional, peran hewan dalam kesehatan mental manusia dapat dilihat dalam pet therapy, atau yang disebut sebagai Animal Assisted Therapy (AAT). Berdasarkan kajian literatur oleh Antari & Febrianti (2022), AAT dilaksanakan dengan melibatkan hewan seperti anjing, ikan, atau hewan lain sesuai keinginan pasien. AAT diharapkan membawa perasaan tenang dan optimis untuk dewasa maupun anak-anak sehingga digunakan dalam terapi konseling dan gangguan stress akibat trauma. Hal ini terbukti berhasil dengan penelitian-penelitian dalam kajian tersebut yang menyebutkan dampak positif AAT, seperti berkurangnya tingkat kecemasan atlet setelah memberi makan ikan cupang sehabis turnamen (Widiyaningsih, 2020 dalam Antari & Febrianti, 2022), tingkat stres kelompok pegawai purnatugas rendah dibandingkan dengan yang tidak memiliki hewan peliharaan (Juliadilla, 2019 dalam Antari & Febrianti, 2022), dan studi eksperimen membuktikan anjing mampu mengurangi stres akibat situasi traumatis (Lass-Hennemann J., et al, 2018 dalam Antari & Febrianti, 2022).
Di luar perawatan kesehatan mental profesional, hewan juga dipelihara secara domestik. Herzog (2014) menuturkan beberapa alasan mengapa manusia termotivasi untuk merawat binatang. Alasan pertama ialah karena status, kebutuhan estetika, atau sekedar rasa terpesona dengan spesies hewan tertentu (Serpell, 1989 dalam Herzog, 2014). Kedua, memelihara hewan dipercaya dapat meningkatkan kebugaran pemiliknya. Ketiga, kemampuan mengurus hewan peliharaan menandakan pemiliknya mampu menjadi orangtua dan memiliki empati sehingga menambah daya tarik individu tersebut. Hal ini dielaborasikan lebih lanjut oleh Archer (2011) dalam Herzog (2014) yang mengatakan bahwa sebenarnya memelihara hewan merupakan pelampiasan hasrat seseorang menjadi orangtua. Selain teori tersebut, manusia juga merawat binatang karena pengaruh budaya atau kebutuhan praktis. Terlepas dari berbagai alasan tersebut, sekarang hewan cenderung dirawat secara domestik. Mereka diberi nama, tempat tinggal, makanan, mainan, dan bahkan dibawa ke dokter jika sedang sakit.
Walaupun begitu, memelihara hewan tetap memiliki beberapa kerugian, seperti risiko medis (Cherniack MD & Cherniack, 2015). Selain itu, dibutuhkan komitmen waktu dan kesabaran untuk melatih kebiasaan hewan peliharaan. Jika dilihat dari perspektif tersebut, memelihara hewan terkesan seperti menambah beban, belum lagi jika mereka berulah nakal, jatuh sakit, atau bahkan mati. Uniknya, manusia tetap melihat hewan peliharaan sebagai bagian integral hidup mereka, dan bahkan membentuk pet attachment (Wahidah et al., 2020). Pet attachment adalah hubungan keterikatan dan timbal balik antara pemilik dan hewan peliharaannya sehingga terbentuk ketergantungan dua arah (Erliza & Atmasari, 2022). Dengan adanya ikatan ini, sebagian kebutuhan relasi dan dukungan sosial manusia dapat terpenuhi. Penerimaan dan kasih sayang hewan terhadap pemiliknya secara terbuka dan konsisten membuat pemilik tersebut merasa dirinya berharga (Wahidah et al., 2020). Oleh karena itu, pemilik hewan peliharaan dapat merasa sangat berduka layaknya kehilangan anggota keluarga ketika hewan peliharaan miliknya mati (Aurellia, 2021 dalam Erliza & Atmasari, 2022).
Lalu, apa hubungan hewan peliharaan domestik dengan kesehatan mental pemiliknya? Relasi dan dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang memengaruhi psychological well-being manusia yang dapat dipenuhi oleh hewan peliharaan. Psychological well-being adalah salah satu cara mengukur kesehatan mental manusia, yang mencakup kemampuan seseorang menerima dirinya, bersikap mandiri dalam kehidupan sosial, membangun hubungan hangat, mewujudkan potensi diri secara berkepanjangan, mengontrol dunia luar, serta menentukan tujuan hidupnya (Ryff, 1989 dalam Hafizhah & Hamdan, 2021). Berdasarkan penelitian oleh Erliza & Atmasari (2022), pet attachment berpengaruh terhadap kebahagiaan pemilik kucing sebanyak 25,1%. Penelitian ini juga didukung oleh korelasi positif yang ditemukan antara pet attachment security dan psychological well-being pemilik kucing pada penelitian Hafizhah & Hamdan (2021). Ditemukan pula hasil serupa pada pemilik anjing dan kucing dengan sumbangan pet attachment sebesar 17,64% terhadap psychological well-being pemiliknya (Tyrestafani & Soetjiningsih, 2022).
Dari semua penjelasan tersebut, dapat dilihat bahwa terlepas dari berbagai alasan memelihara hewan, manusia cenderung akan menyayangi hewan tersebut layaknya anggota keluarga sendiri. Kegiatan seorang individu merawat hewan peliharaannya membentuk pet attachment yang memenuhi kebutuhan dukungan sosial dan meningkatkan psychological well-being. Ternyata benar, ya, kejadian dalam film Air Bud bisa terjadi dalam dunia nyata. Walaupun tidak dapat berbicara dan terkadang nakal, hewan peliharaan tetap dapat menjadi sumber dukungan emosional, bahkan ketika tidak ada yang berpihak pada pemiliknya. Jadi, sudahkah kamu menunjukkan kasih sayang pada hewan peliharaanmu hari ini?
Daftar Pustaka
Antari, I., & Febrianti, I. (2022). Pengaruh Animal-Assisted Therapy Terhadap Tingkat Stress: Literature Review. Prosiding Seminar Nasional Universitas Respati Yogyakarta, 4(1), 88-98. https://prosiding.respati.ac.id/index.php/PSN/article/view/427/407
Cherniack MD, E. P., & Cherniack, A. R. (2015, Juli 14). Assessing the benefits and risks of owning a pet. CMAJ: Commentary, 187(10), 715-716. https://www.cmaj.ca/content/cmaj/187/10/715.full.pdf
Erliza, Y., & Atmasari, A. (2022, Juni). Pengaruh pet attachment terhadap happiness pada pemilik hewan peliharaan di Kecamatan Sumbawa. Jurnal Psimawa: Diskursus Ilmu Psikologi & Pendidikan, 5(1), 54-62.
Gabriel, R. (2023, February 16). Why Do We Have Pets? Psychology Today. Retrieved April 9, 2024, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/me-the-self-and-i/202302/why-do-we-have-pets
Hafizhah, D. N., & Hamdan, S. R. (2021). Hubungan pet attachment dengan psychological well-being pada pemelihara kucing kota Bandung. Prosiding Psikologi, 7(1), 73-76. https://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psikologi/article/view/25627/pdf
Herzog, H. (2014). Biology, Culture, and the Origins of Pet-Keeping. WellBeing International Studies Repository: Animal Behavior and Cognition, 1(3), 296-308. DOI: 10.12966/abc.08.06.2014
Oosthuizen, K., Haase, B., Ravulo, J., Lomax, S., & Ma, G. (2023, Maret 5). The role of human-animal bonds for people experiencing crisis situations. Animals, 13(941). DOI: 10.3390/ani13050941
Tyrestafani, R., & Soetjiningsih, C. H. (2022, Desember). Hubungan pet attachment dengan psychological well being pada pemilik kucing dan anjing di Semarang. Jurnal Cakrawala Ilmiah, 2(4). https://www.bajangjournal.com/index.php/JCI/article/view/4312/3153
Wahidah, R., Hasanah, M., & Alfinuha, S. (2020, Februari). Pengaruh pet attachment terhadap psychological well being pemilik hewan peliharaan di kota Gresik. Psikosains, 18(1), 49-57. https://journal.umg.ac.id/index.php/psikosains/article/view/5314/3029
Yuhas, D. (2015, May 1). Why Do We Have Pets? Scientific American. https://www.scientificamerican.com/article/why-do-we-have-pets/
***********
Best regards,
Tim Redaksi PSYGHT 23/24
Penulis : Allena Liu (2022)
Editor : Ariellah Sharon Mohede (2021)
Comments