top of page

Introvert vs Extrovert: Menjelajahi Kepribadian yang Berbeda


I

ntroversion dan extraversion merupakan warisan dari pemikiran tokoh psikoanalisis Carl Jung, yang dideklarasikan melalui Psycho-Analytical Congress, Munich, 1913 (Geyer, 2012). Jung mengubah arti “libido” oleh Freud menjadi sebuah dasar seseorang dalam mengekspresikan energinya. Cara berekspresi inilah yang Jung maksudkan dalam tipologi gandanya, introvert dan extrovert. Introvert menggambarkan seseorang yang memfokuskan energi dan mengekspresikan segala sesuatu berdasarkan penilaiannya sendiri. Sebaliknya, seorang extrovert mengarahkan energinya keluar dan mengambil nilai dari lingkungan sekitar. Perbincangan ini menjadi sangat populer dan masih dibahas hingga saat ini. E. S. Coklin, yang kurang puas dengan pengelompokkan tersebut, memproposisikan penengah dari kedua “ekstrim” introvert dan ekstrovert, yaitu ambivert, yang menurutnya paling normal, seimbang, dan sehat. Coklin memandang ambivert sebagai kategori paling realistis, sementara introvert dan extrovert hanyalah “distorsi pemikiran”. 

Melalui studi oleh sekelompok psikolog, introvert terbagi menjadi empat tipe, yaitu social, thinking, anxious, dan restrained (Bakshi, 2022). Social introvert sering menyendiri untuk mengisi kembali energi yang terkuras setelah bersosialisasi. Thinking introvert memanfaatkan waktu sendiri untuk mengeksplor imajinasi, pemikiran, dan kreativitasnya. Anxious introvert adalah yang sering dilihat sebagai “introvert akut” karena ciri-ciri pendiam, gelisah, dan menghindari keramaian. Hal ini mereka lakukan bukan karena tidak ingin ditemani, tetapi untuk mempertahankan zona nyaman. Terakhir, terdapat restrained introvert, yang waspada dan penuh pertimbangan sebelum bertindak.

Menurut Dzilhaq (2022), extrovert juga terbagi ke dalam empat golongan, yaitu feeler, thinker, sensor, dan intuitive. Golongan feeler memiliki kelekatan emosi dengan membangun koneksi dengan orang-orang di sekitarnya. Mereka biasa memiliki empati tinggi dan mudah merasa sungkan. Golongan selanjutnya adalah thinker, yang ingin segala sesuatu berjalan dengan lancar, terorganisir, efektif, dan efisien. Lalu, golongan sensor adalah yang menyukai tantangan, tidak ingin melewatkan hal-hal baru, tidak suka dengan ketidakpastian, dan mudah stres dalam situasi ambigu. Golongan yang terakhir adalah extrovert intuitive, yang kreatif dan inovatif.

Introvert memiliki stereotip cenderung pendiam, tidak terlalu suka bersosialisasi, lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, dan tertutup. Berlawanan dengan itu, extrovert dipandang menyukai keramaian, pandai berbicara, dan terbuka. Tentu tidak semua stereotip ini benar dan berlaku bagi semua orang. Sangat memungkinkan bagi seseorang untuk belajar beradaptasi ke spektrum berlawanan, misalnya seorang introvert dapat belajar cara bersosialisasi dan tampil di depan umum, dan extrovert juga dapat belajar bekerja secara mandiri (Petric, 2019). Banyak introvert yang dapat menghadapi situasi sosial dengan baik, meskipun menghindari terlalu banyak keterlibatan sosial ataupun memerlukan lebih banyak waktu sendiri untuk menyeimbangkan energi sosial mereka (Tuovinen et al., 2020).

Lalu, apakah seseorang benar-benar hanya tergolong dalam satu tipe kepribadian saja? Apakah ada seorang ambivert? Menurut literatur, baik introvert, extrovert maupun ambivert lebih mendekati ciri atau sifat kepribadian dibandingkan tipe kepribadian. Selain itu, jarang ditemukan seseorang yang benar-benar sepenuhnya introvert atau extrovert (Petric, 2022). Banyak psikolog yang menentang keberadaan ambivert, tetapi Petric (2022) dalam artikelnya, menganggap ambivert sebagai sifat kepribadian dengan keunggulan adaptif yang tinggi, karena dapat menyesuaikan perilakunya sesuai situasi kondisi yang dianggap sebagai mekanisme pertahanan yang matang. Maka dari itu, sangat jarang seseorang dapat dikatakan sebagai ambivert dengan kemampuan menyeimbangkan proporsi extrovert dan introvert dalam dirinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa setiap orang memiliki kedua sisi introvert dan extrovert, meski dalam proporsi yang berbeda-beda.


 

Daftar Pustaka


Bakshi, P. (2022, 27 Juni). There Are Actually 4 Types Of Introverts. Refinery29. Diakses pada 21 April 2024, dari https://www.refinery29.com/en-gb/types-of-introverts 


Dzilhaq, N.C. (2022, Agustus 4). 4 Macam ekstrovert: Kamu yang mana? Kampus Psikologi. https://kampuspsikologi.com/macam-ekstrovert/ 


Geyer, P. (2012, Oktober). Extraversion – Introversion: what C.G. Jung meant and how contemporaries responded.    https://www.researchgate.net/profile/Peter-Geyer-3/publication/264782791_ 


Grime, J., Cheek, J., & Norem, J. K. (2011, Januari). Four Meanings of Introversion: Social, Thinking, Anxious, and Inhibited Introversion. https://www.researchgate.net/publication/263279416_Four_Meanings_of_Introversion_Social_Thinking_Anxious_and_Inhibited_Introversion 


Petric, D. (2022). Introvert, Extrovert and Ambivert. ResearchGate. http://dx.doi.org/10.13140/RG.2.2.28059.41764/2


Tuovinen, S., Tang, X., & Salmela-Aro, K. (2020). Introversion and Social Engagement: Scale Validation, Their Interaction, and Positive Association with Self-Esteem. Frontiers in Psychology, 11(590748), 1–11. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.590748


***********


Best regards,


Tim Redaksi PSYGHT 24/25


 

Penulis : Jesselyn Chandra (2023), Lucious Felix Sasmita (2022), Scharletty Sarah (2020)


Editor : Ariellah Sharon Mohede (2021)

Comentarios


bottom of page