top of page

Improve Relationship Through Love Language



Salah satu kunci dari relasi yang sehat adalah memahami cara untuk mengungkapkan kasih kepada pasangan. Setiap pasangan yang terlibat dalam relasi romantis perlu untuk saling memberi dan menerima kasih. Kasih membuat pasangan merasa dicintai dan memiliki energi untuk mencintai. Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk merasa dikasihi dan memberi kasih. Namun, perbedaan ini tidak menjadi masalah. Menurut Best (2022), sebuah riset menunjukkan bahwa perbedaan bahasa kasih di antara pasangan tetap memiliki harapan membentuk relasi yang kuat.

Topik mengenai bahasa kasih pertama kali dicetuskan oleh Dr. Gary Chapman melalui bukunya berjudul The 5 Love Languages: The Secret to Love that Lasts. Pendekatannya membuktikan bahwa dengan menunjukkan dan menerima kasih, pasangan akan mengalami tingkat keintiman yang lebih dalam di antara mereka. Sebuah riset menunjukkan bahwa pasangan yang memberikan kasih dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan satu dengan yang lain memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan pasangan yang tidak memberikan kasih dengan cara yang sesuai (Mostova et al., 2022). Selain itu, pasangan tersebut memiliki hasrat untuk dekat secara fisik yang lebih tinggi pula (Mostova et al., 2022). Oleh sebab itu, setiap pasangan diharapkan untuk mengomunikasikan dan mengaplikasikan bahasa kasih yang dibutuhkan.

Champman (2023), melalui bukunya, menjabarkan lima bahasa kasih dan bagaimana mengaplikasikannya yang dapat digunakan sebagai acuan. Lima bahasa kasih itu antara lain words of affirmation, quality time, receiving gifts, act of service, dan physical touch. Words of affirmation ditunjukkan dengan memberikan pujian dan tidak mengatakan kata-kata destruktif.

Dekat secara fisik tidak selalu berarti bersama. Quality time mengutamakan kebersamaan yang melibatkan keterhubungan yang intensif. Agar keterhubungan dapat bersifat intensif, maka pasangan perlu untuk memberikan perhatian secara penuh dan fokus. Hal ini dapat diwujudkan dengan melakukan aktivitas yang telah disepakati secara bersama, menyediakan telinga untuk mendengar.

Bagi orang yang memiliki bahasa kasih berupa receiving gifts, hadiah merupakan simbol nyata dari kasih. Hadiah yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang konkret dan dibutuhkan oleh pasangan. Untuk mewujudnyatakannya, seseorang dapat memberikan barang yang dibutuhkan atau diinginkan oleh pasangan.

Sebuah layanan dapat menjadi cara orang lain untuk merasa dikasihi. Bahasa kasih ini diperkenalkan oleh Champman sebagai act of service. Layanan tersebut dapat berupa membimbing dan mengajarkan pelajaran dari mata kuliah yang dirasa sulit, menjemput pasangan dari suatu tempat, dan membelikan makanan kesukaan.

Physical touch adalah bahasa kasih yang melibatkan salah satu fungsi indrawi manusia, yaitu indra peraba. Bahasa kasih ini tidak selalu dalam bentuk hubungan seksual. Ada beberapa bentuk physical touch selain hubungan seks yang bisa dilakukan bersama dengan pasangan, yaitu bergandengan tangan saat sedang berjalan-jalan, menepuk pundak, dan merangkul.

Demikian seluruh bahasa kasih dan aplikasinya yang diperkenalkan oleh Champman. Pengetahuan tentang bahasa kasih ini diharapkan dapat menolong kita untuk mengenali diri, pasangan, atau orang lain yang kita kasihi, lalu mengomunikasikan dan mengaplikasikannya, dengan tujuan agar relasi yang terjalin dapat memiliki keintiman yang dalam dan kepuasan yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Best, S. (2022, June 22). People who speak their partner’s “love language” have stronger relationships, study claims. Retrieved on February 2022 from: https://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-10941947/People-speak-partners-love-language-stronger-relationships-study-claims.html


Chapman, G. (2023). The 5 Love Languages: The Secret to Love That Lasts, Things I Wish I’d Known Before We Got Married. Northfield Publishing


Mostova, O., Stolarski, M., & Matthews, G. (2022). I love the way you love me: Responding to partner’s love language preferences boosts satisfaction in romantic heterosexual couples. PLOS ONE, 17(6), e0269429. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0269429


**********

Best Regards,

Tim Redaksi PSYGHT 22/23


Penulis: Gabriel Wendy Wahyu Liem (2020), Nabilla (2021)

Editor: Yustisia Krisnawulandari Putri (2020)


Comments


bottom of page