Sudah hampir tiga tahun Covid-19 melanda dunia. Perubahan yang ada memberikan dampak yang besar pada masyarakat di dunia, baik dari sisi ekonomi, pendidikan, dan juga psikologis. Meskipun sudah hampir tiga tahun perubahan terjadi dan penyesuaian telah banyak dilakukan, tetap ada hal yang membekas dan membuat suatu hal baru pada diri kita, baik secara fisik maupun mental. Menurut Savage (2020), karantina dapat menyebabkan gejala stres pasca trauma, depresi, dan insomnia. Efek tersebut dapat dilihat pada wabah global SARS tahun 2003 yang meningkatkan kasus bunuh diri sebesar 30% (Savage, 2020).
Covid-19 menjadi salah satu krisis lintas generasi. Aktivitas masyarakat, termasuk ekonomi, pendidikan, dan aktivitas sosial lainnya ikut terdampak (Unila, 2020). Banyak orang meninggal, terpisah, kehilangan orang yang terkasih, kehilangan mata pencaharian, dan banyak bisnis mengalami kebangkrutan. Anak-anak dan remaja di berbagai belahan dunia kehilangan kesempatan untuk belajar di sekolah dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Dampak-dampak yang dialami berbagai generasi ini memengaruhi kesehatan mental hingga muncul kecemasan, panik, dan depresi (WHO, 2022).
Dikarenakan dampak tersebut, kita perlu menyadari kapan kita mencari bantuan atau dukungan sosial. Adapun tanda-tanda anxiety, panic attack, dan depresi dapat menjadi petunjuknya. Berbagai riset juga menunjukkan bahwa Covid-19 meningkatkan tingkat stres pada mahasiswa sebanyak 55,1% dan kecemasan sebanyak 40% (Fauziyyah & Citra Awinda, 2021). Oleh sebab itu, kita perlu mengenali gejala anxiety, panic attack, dan depresi.
American Psychological Association (APA) (2020) mencatat gejala anxiety, yaitu kekhawatiran yang terus-menerus, kelelahan emosional, kekhawatiran berlebihan tentang beberapa masalah, dan terus-menerus berpikir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Anxiety dapat mengakibatkan kesulitan untuk berkonsentrasi, memiliki gangguan tidur, dan kegelisahan (APA, 2020). Berbeda dengan anxiety, menurut Halodoc (2021), panic attack dirasakan oleh seseorang tanpa pemicu atau alasan yang jelas atau muncul secara tiba-tiba. Dampaknya juga dapat dirasakan secara fisik, yaitu berkeringat, gemetar, sesak nafas, dan jantung berdebar (APA, 2020). Pada orang yang mengalami depresi, menurut APA (2020), ia akan mengalami kekurangan minat atau kesukaan dalam aktivitas sehari-hari, secara terus-menerus kekurangan energi, sulit berkonsentrasi, merasa tidak berharga dan bersalah, bahkan mungkin saja memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup. Secara fisik, orang yang depresi dapat mengalami penurunan atau kenaikan berat badan yang signifikan.
Jadi, bagaimana cara mengatasi gejala-gejala tersebut? Menurut Ihsan (2023), banyak penelitian yang telah menemukan bahwa dukungan sosial penting untuk membantu individu menghadapi pandemi dan menurunkan tingkat kecemasan, stres, dan depresi. Dukungan dapat berbentuk empati, upaya untuk mendengarkan kisah sang remaja, perhatian, atau kasih sayang (Cohen et al., 2000; Lin et al., 2019). Selain itu, dukungan sosial juga dapat membantu kita dalam menghadapi tantangan yang sedang dilewati, lho! Penelitian yang dilakukan kepada mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Jember pada tahun 2022 menyatakan bahwa dukungan sosial juga dapat berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri mahasiswa dalam menghadapi tantangan yang muncul ketika sedang mengerjakan tugas tesis mereka (Maharani et al., 2022).
Tidak bisa dipungkiri bahwa dukungan sosial memiliki banyak manfaat yang sangat berharga bagi sesama kita, dari segi psikologis maupun non-psikologis, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya. Sudah saatnya kita harus mulai peka dengan keadaan teman-teman yang kita kasihi saat ini. Mulailah dengan sekedar menyapa dan menanyakan kabar mereka. Biarkanlah percakapan tersebut mengalir dan ingatlah bahwa terkadang hal yang diperlukan seseorang untuk merasa lebih baik hanyalah didengarkan dan empati yang ia rasakan dari kita. Namun, jangan lupa untuk tidak melakukan self-diagnose dan carilah tenaga profesional agar dapat didiagnosa lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
APA. (2020). Psychological impact of COVID-19. Retrieved on February 2023. https://www.apa.org/topics/covid-19/psychological-impact
Halodoc. (2021). Dianggap Mirip, Ini Bedanya Anxiety Disorder dan Panic Attack. Retrieved on February 2023. https://www.halodoc.com/artikel/dianggap-mirip-ini-bedanya-anxiety-disorder-dan-panic-attack
Ihsan, D. (2023, February 8). Pandemi covid-19 Yang Belum Berakhir ancam kesehatan mental Anak. KOMPAS.com. https://www.kompas.com/edu/read/2023/02/08/132330371/pandemi-covid-19-yang-belum-berakhir-ancam-kesehatan-mental-anak?page=all
Maharani, F.A. Dewi, E. I. Kurniyawan, E.H. (2022). The Correlation of Peer Social Support with Anxiety Levels of Students Working on Undergraduate Thesis at The Faculty of Nursing, University of Jember. Nursing and Health Science Journal, 2(1), 56-62. https://doi.org/10.53713/nhs.v2i2.92
Unila, H. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Ekonomi dan Pendidikan melalui Tinjauan Pendekatan Environmental Justice. Himasylva Universitas Lampung
WHO. (2022). The impact of COVID-19 on mental health cannot be made light of. https://www.who.int/news-room/feature-stories/detail/the-impact-of-covid-19-on-mental-health-cannot-be-made-light-of
Savage, M. (2020, November 6). Dampak psikologis Akibat Pandemi covid-19 Diduga Akan Bertahan Lama. BBC. https://www.bbc.com/indonesia/vert-fut-54808663
***************
Best Regards
Tim Redaksi PSYGHT 22/23
Penulis: Nabilla (2021), Robert Johannes Thianto (2021), Yora Violetta Suparman (2020)
Editor: Lucious Felix Sasmita (2022), Yustisia Krisnawulandari Putri (2020)
Comentarios