top of page

Cinderella Complex: Ketakutan Wanita untuk Mandiri


Keywords: cinderella complex, self-esteem, mahasiswi, international women’s day, kemandirian, wanita, remaja, perempuan


Hari Perempuan Internasional, atau International Women’s Day, dirayakan setiap tahun pada tanggal 8 Maret sebagai bentuk peringatan akan pencapaian sosial, ekonomi, budaya, dan politik perempuan di seluruh dunia, dengan penekanan pada perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender (IWD, 2023). Meskipun wanita sudah memiliki jauh lebih banyak hak istimewa di zaman modern daripada sebelumnya, terdapat aspek-aspek tradisi tertentu yang tanpa kita sadari masih membatasi wanita zaman modern untuk mencoba untuk meraih kemandirian atau pencapaian-pencapaian. Lalu, apa sih fenomena ini dan apa penyebabnya?

Seorang penulis sekaligus psikiater bernama Colette Dowling pertama kali menyebut istilah cinderella complex dalam bukunya di tahun 1981 untuk mendeskripsikan fenomena kecenderungan pada banyak wanita untuk ingin dirawat dan bergantung pada orang lain, terutama sosok pria, sekaligus merasa takut akan kemandirian (Dowling, 1995 dari Prasetyani, 2013). Seperti yang tersirat dari namanya, fenomena ini dianalogikan oleh kisah dongeng Putri Cinderella, yang meskipun berbaik hati dan sopan, tidak dapat merubah kondisi malangnya melalui upayanya sendiri. Sebaliknya, kisah tersebut menunjukkan bahwa ia membutuhkan seseorang, yakni seorang pangeran, untuk membebaskannya dari kesengsaraan (Prasetyani, 2013). Sosialisasi dan gambaran peran wanita sebagai pribadi lemah lembut dan submisif seperti inilah yang tanpa disadari menjadi tertanam dalam benak banyak wanita dan mempengaruhi pilihan mereka dalam hidup (Zain, 2016).

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan cinderella complex adalah pola asuh orang-tua yang overprotective, atau terlalu membatasi dan mengontrol. Akibatnya, anak menjadi terbiasa bergantung pada orang tua dan cenderung kurang percaya diri dalam membuat keputusan – berbalik dari hasil pola asuh orang-tua yang permisif (Zain, 2016). Faktor lain adalah konsep diri yang negatif, yang membuat individu menilai dirinya secara negatif dan tidak merasa cukup berharga dibandingkan dengan orang lain. Hal ini tentunya turut dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Misalnya, lingkungan sosial yang cenderung merendahkan perempuan dapat mempengaruhi konsep diri wanita (Zain, 2016). Sementara itu, budaya pada umumnya lebih menuntut pria untuk menjadi pribadi yang mandiri dan kuat, sedangkan wanita lebih sering disosialisasikan sebagai pribadi lemah-lembut yang harus dilindungi dan penurut (Zain, 2016; Zahrawaany & Fasikhah, 2019). Digabungkan dengan faktor sebelumnya, kedua faktor ini tentu meningkatkan risiko bagi wanita untuk mengembangkan cinderella complex.

Meskipun bukan merupakan sebuah gangguan atau kondisi mental yang bersifat klinis, cinderella complex mempengaruhi banyak wanita dalam taraf yang berbeda-beda. Adapun dari segi usia, telah ditemukan bahwa remaja perempuan cenderung paling rentan untuk mengalaminya (Hapsari, 2014 dari Zahrawaany & Fasikhah, 2019). Umumnya, hal ini salah satunya dikarenakan kecemasan terhadap masa depan yang sering dihadapi oleh remaja, dan belum cukupnya keterampilan dan pemahaman yang dimiliki oleh mayoritas remaja untuk berkontribusi ke masyarakat secara optimal (Zahrawaany & Fasikhah, 2019).

Pada mahasiswi, cinderella complex dapat berdampak pada perencanaan karier dan pengambilan keputusan, yaitu ketika mahasiswi menjadi cenderung lebih bergantung pada orang lain untuk mengarahkannya daripada membuat keputusan secara mandiri (Iffah, 2019). Sebagian dari mereka yang memilikinya mungkin akan lebih cenderung memilih pekerjaan yang tidak mengharuskan mereka untuk menduduki posisi otoritas atau yang tidak memiliki banyak tuntutan untuk bertanggung jawab dan mandiri. Sebagian lain mungkin akan merasa cukup untuk menjadi ibu rumah tangga yang mengurus keluarga tanpa mencoba untuk mengembangkan karier terlebih dahulu bagi diri mereka sendiri.

Dampak cinderella complex pada rasa percaya diri dapat diatasi dengan self-affirmation effects, atau afirmasi diri, yang merupakan upaya untuk mempertahankan integritas diri dengan menegaskan pikiran dan perilaku individu yang berfokus pada pertahanan integritas diri. Afirmasi diri dapat diaplikasikan dengan memproses dan menanggapi informasi yang mengancam dengan bias dan defensif untuk menghalangi individu untuk mengubahnya menjadi perilaku maladaptif (During & Jessop, 2015). Pada cinderella complex, informasi yang mengancam dapat berupa stereotip gender yang membatasi kemampuan wanita untuk mandiri dalam hal menjaga, membela, dan bersikap tegas terhadap diri sendiri (Saha & Safri, 2016). Informasi yang tidak diproses secara bias dan defensif cenderung akan membentuk perilaku maladaptif, seperti menggantungkan diri kepada orang lain, terutama pria (Saha & Safri, 2016).

Fenomena cinderella complex yang terinspirasi dari kisah dongeng Cinderella menunjukkan bahwa stereotip gender yang menentukan peran gender dalam lingkungan memiliki pengaruh negatif terhadap wanita. Stereotip ini berdampak terhadap konsep diri wanita yang menilai dirinya tidak cukup berharga dan menggantungkan dirinya kepada pria. Hal ini juga didukung oleh pola asuh overprotective, yaitu pola asuh yang terlalu membatasi dan mengontrol anak, sehingga membuatnya bergantung dan kurang percaya diri dalam mengambil keputusan. Masalah ini mempengaruhi wanita dalam berbagai cara, diantaranya perencanaan karier. Hal ini dapat diatasi dengan self-affirmation effects yang berfokus pada integritas diri dengan menghadapi informasi secara bias dan defensif.


DAFTAR PUSTAKA

During, C., & Jessop, D. C. (2015). The moderating impact of self-esteem on self- affirmation effects. British Journal of Health Psychology, 20. 274–289

Iffah, C. (2019). Pengaruh Kecenderungan Cinderella Complex Terhadap Kualitas Perencanaan Karier pada Mahasiswi Unnes [Skripsi, disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi].

International Women's Day. (2023). About International Women's Day. https://www.internationalwomensday.com/about

Prasetyani, N. (2013). Hubungan antara kecenderungan cinderella complex dengan prestasi belajar pada mahasiswi jurusan PGMI angkatan 2012 UIN Maliki Malang. [Undergraduate thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim].

Saha, S., & Safri, T. S. (2016). Cinderella complex: Theoretical roots to psychological dependency syndrome in women. The International Journal of Indian Psychology, 3(3), 118-122.

Zahrawaany, T. A., & Fasikhah, S. S. (2019). Pengaruh kematangan pribadi dengan kecenderungan cinderella complex pada wanita dewasa awal. Cognicia, 7(1), 139-152.

Zain, T. S. (2016). Cinderella complex dalam perspektif psikologi perkembangan sosial emosi. Jurnal Indigenous, 1(1), 92-98.


*************

Best regards,

Tim Redaksi PSYGHT 22/23


Penulis: Ariellah Sharon Mohede, Gabriel Wendy Wahyu Liem

Editor: Yustisia Krisnawulandari Putri, Melisa Vitalia Fransiska

Comments


bottom of page